Menjadi Generasi Muda Muslim Sejati dalam Membangun Kembali Kebangkitan Islam di Era Digitalisasi
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Apa kabar, Sahabat Salsa semuanya? :) Alhamdulillah, sampai detik ini Salsa bisa kembali bercuap-cuap dengan sahabat sekalian melalui postingan blog kali ini. Mungkin, rasanya seperti sudah bertahun tahun Salsa meninggalkan blog ini. Kalau diibaratkan denga rumah, mungkin blog ini sudah menjadi rumah tua yang dihuni oleh ratusan laba-laba pemalas yang sedang menunggu datangnya makanan mereka di sarang tua nan rapuh. Hihihihi .-.
Sebelumnya, Salsa mau minta maaf karena Salsa udah jarang banget ngeblog sekarang. Mengingat jadwal Salsa yang sekarang sudah begitu padat, dikarenakan sekarang Salsa udah jadi anak asrama. Inget yaaa, anak asrama. Bukan anak pondok :D (Paling kesel dibilang anak pondok wkwkwk :v Padahal sama aja meaning-nya, mah). Ah, sudahlah. Dari pada terlau panjang muqaddimahnya, mending kita langsung aja yuk masuk ke bagian intinya. Check this out! :D
Mungkin, selama ini postingan di blog Salsa, Salsa sering banget ngepos cerpen, cerita, pengalaman, dan juga curcol-curcol gaje Salsa wkwkwk :v Tapi, kali ini Salsa mau ngangkat sedikit topik yang agak serius (emang Salsa bisa serius, ya? Bukannya sering rada-rada gitu'-'). Jadi, di postingan kali ini, Salsa mau ngebahas soal bagaimana "Menjadi Generasi Muda Muslim Sejati dalam Membangun Kembali Kebangkitan Islam di Era Digitalisasi". Tumben, bahas ginian? '-' Hehehe :D Yaaa dong. Mengingat, sekarang udah banyak banget jenis-jenis sosial media yang bermunculan akibat adanya era digitalisasi a.k.a 4.0 era. Nah, dari pada dimanfaatin cuma untuk sekadar eksistensi dan kepuasan diri, lebih baik kita sebagai generasi mudanya Islam mulai belajar untuk kembali membangun kebangkitan Islam seperti di masa silam. Mungkin, ini lebih kayak jurnal ilmiah yang udah Salsa dahulukan dengan riset mini selama beberapa minggu. Bismillah, semoga bermanfaat bagi kita semua. Yuk dilahap sampai habis! :)
Sumber: Google.com
Agama merupakan salah satu aspek penting yang
tidak terlepas dalam kehidupan manusia. Munculnya agama dilandaskan atas dasar keadaan
atau kondisi masyarakat yang saat itu berada dalam situasi yang kacau. Seperti
banyak terjadinya peperangan, diskriminasi terhadap kaum perempuan, perbudakan
sampai homoseksualitas. Oleh karena itu, agama muncul sebagai sistem yang
berfungsi untuk mengontrol kehidupan dan menjadi pedoman hidup bagi manusia.
Islam merupakan salah satu agama yang muncul
dan eksis dikalangan masyarakat. Islam pertama kali diturunkan kepada
nabi Muhamad SAW di Mekah pada zaman jahiliah (kebodohan), dimana mayoritas masyarakatnya
merupakan penyembah berhala. Oleh karena itu, agama muncul sebagai pengontrol
dan pembatas dalam pola kehidupan manusia baik secara individu maupun
masyarakat pada saat itu.
Setelah nabi Muhammad wafat, banyak penerus –
penerusNya yang menyiarkan ajaran Islam, salah satunya adalah dengan cara
dagang. Perkembangan agama Islam semakin lama semakin berkembang hingga masuk
ke Indonesia terutama di Semenanjung Melayu dan Nusantara. Pengenalan Islam di
Indonesia diawali melalui perdagangan. Penyebaran Islam dilakukan dengan cara
bertatap muka atau kepada sekelompok pedagang dari bangsa Arab dan India.
Selain dengan cara perdagangan, Islam juga datang ke Indonesia melalui cara
pendidikan, wayang, perkawinan dan sebagainya.
Perkembangan Islam di Indonesia juga tidak
terlepas dari peranan tokoh-tokoh pada masa itu seperti Wali Songo yakni Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan
Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, dan Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim).
Banyak dari mereka yang mendirikan pondok pesantren dan melakukan pertunjukan
wayang hingga membuka forum diskusi (dakwah) untuk menyebarkan agama Islam
dengan cara yang lebih efektif.
Dakwah merupakan metode yang dilakukan oleh
seorang pemuka agama (da’I) dalam menyampaikan atau menyiarkan dakwahnya.
Secara etimologis dakwah itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a,
yad’u, da’wan, du’a, yang diartikan sebagai mengajak atau menyeru, memanggil,
seruan, permohonan dan permintaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, kini metode
berdakwah tidak lagi hanya dalam diskusi atau membuka forum tertentu saja.
Tetapi, dakwah juga dilakukan dengan cara yang lebih modern dalam artian tidak
hanya melalui percakapan dalam forum diskusi melainkan memanfaatkan adanya
teknologi melalui media seperti televisi, radio, artikel sampai media jejaring
sosial.
Munculnya teknologi yang kini juga semakin
maju, membuat beragam media komunikasi bersaing dalam memberikan informasi
tanpa batas walaupun dari kemajuan teknologi tersebut dapat berdampak positif
ataupun negatif. Perkembangan teknologi banyak dimanfaatkan dan dikonsumsi
masyarakat luas, salah satu contohnya adalah penggunaan jasa internet dan
beragam media sosial didalamnya yang kini juga dimanfaatkan para pendakwah
untuk menyiarkan agama Islam khususnya di Indonesia itu sendiri.
Hal tersebut juga tidak terlepas dari banyaknya
pengguna jasa sosial media yang ada di Indonesia. Sebuah survei yang
diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2012 mencapai
63 juta orang atau 24,23 persen dari total populasi negara ini.
Melihat kondisi masyarakat yang sudah banyak
memanfaatkan kemajuan teknologi, banyak pula para pemuka agama yang
memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyiarkan ajaram agama islam,
seperti yang di lakukan oleh Rumah Qur’an Syekh Ali Jaber Purwokerto. Mereka
menggunakan media sosial antara lain facebook, twitter, hingga BlackBerry
Messenger untuk berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam.
Perspektif pendakwah dalam menggunakan media
sosial Penyebaran agama Islam tidak terlepas dari peran seorang pemuka agama
dalam menyampaikan dakwah. Dakwah merupakan suatu kegiatan mengajak, mendorong,
dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan
istiqomah dijalannya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah. Oleh
karena itu, secara terminologis pengertian dakwah dimaknai sebagai ajakan
kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat.
Kemunculan media memberikan kemudahan untuk
lebih menjangkau masyarakat luas. kemudian, media sosial khususnya juga
memberikan berbagai kemudahan lain seperti lebih cepat, dapat menyampaikan
dakwah secara singkat, simpel dan luas. Peran media sosial dalam berdakwah kini
juga menjadi sangat penting karena melihat kondisi masyarakat khususnya
Indonesia yang semakin banyak menggunakan media sosial.
Banyaknya pengguna internet merupakan salah
satu pendukung dari adanya dakwah dalam media sosial. Mereka memanfaatkan media
sosial sebagai wadah baru untuk lebih berkembang. Para ulama memanfaatkan media
sosial sebagai jalur dakwah yang efektif. Kemudian, ia juga menyatakan bahwa
penggunaan internet oleh masyarakat saat ini telah menjadi sebuah kebutuhan
sehari-hari. Hal tersebutlah yang menjadi potensi besar untuk mengembangkan
dakwah melalui media sosial.
Hal lain yang mendukung munculnya dakwah
melalui media sosial adalah karena banyaknya masyarakat yang masih awam tentang
pengetahuan agama, sehingga menjadikan para ulama berinisiatif untuk melakukan
dakwah melalui media sosial dengan tujuan mengajak masyarakat untuk lebih
memanfaatkan internet sebagai suatu wadah untuk menambah ilmu pengetahuan.
Di era digitalisasi seperti sekarang ini, banyak sekali generasi 4.0 yang
malah menyalahgunakan kecanggihan teknologi di zaman sekarang ini. Banyak
sekali remaja, khususnya remaja muslim yang sering sekali menggunakan sosial
media yang mereka miliki sebagai ajang pamer dalam balutan kehidupan hedonisme
yang terkadang hanya rekayasa belaka. Setiap kali ada kegiatan, mereka selalu
mengunggah foto dengan berbagai macam gaya untuk menarik jutaan pasang mata
yang akan melihat dan menyukai foto mereka tersebut. Bahkan, yang lebih
parahnya, banyak sekali remaja yang sering menggunakan akun sosial media yang
mereka miliki sebagai ajang memamerkan pasangan masing-masing yang tentunya
belum diikat dalam “kehalalan”.
Padahal, sebagai seorangremaja muslim, kita bisa memanfaatkan
era digitalisasi ini sebagai media dakwah untuk menyebarkan dan membangkitkan
kembali kejayaan Islam yang dulu pernah berdiri tegak di muka bumi ini. Seperti
yang kita ketahui, Islam pernah berjaya di masa
silam. Ilmu pengetahuan, teknologi dan juga budaya Islam pernah menjadi kiblat
bagi seluruh dunia. Islam pernah berjaya di masa Abbasiyah dengan melahirkan
cendekiawan-cendekiawan muslim yang membawa inovasi baru bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di muka bumi, seperti: Ibnu Rusyd, Al Farabi, Ibnu Sina, Al Batani, Al
Khawarizmi, Umar Khayyam, Tsabit bin Qurrah dan masih banyak lagi.
Namun,
sekarang keadaannya telah berubah seratus delapan puluh derajat. Kejayaan Islam
perlahan mulai runtuh dan tergantikan dengan budaya barat yang dianggap lebih
relevan dan pantas untuk diterapkan di era digitalisasi seperti sekarang ini. Oleh sebab itu,
dakwah melalui media sosial diperlukan di era digitalisasi seperti sekarang
ini. Ini adalah salah satu wujud pemanfaatan arus globalisasi yang terus
berkembang semakin pesat agar Islam tak lagi dikatakan sebagai agama yang kuno
dan ketinggalan zaman.
Di abad ke-21 ini, teknologi sangat berperan vital terhadap
kehidupan manusia. Alat-alat digital sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan lagi. Semua aktivitas manusia tak bisa lepas dari alat-alat digital,
seperti: gadget, ponsel, laptop, komputer, handycam, dan alat-alat digital lainnya. Manusia seolah terhipnotis
dengan kecanggihan alat buatannya tersebut. Kemudahan yang mereka dapatkan
membuat manusia dengan mudahnya mendewakan alat-alat digital. Alat-alat digital
ini seolah memiliki magnet yang mampu menarik jutaan manusia untuk terikat
dengan mereka.
Hal itulah yang dapat memunculkan dampak buruk era digitalisasi
terhadap kehidupan manusia. Era digitalisasi akan memunculkan pola konsumtif di tengah
kehidupan manusia di mana manusia selalu ingin memperoleh alat-alat digital
terbaru demi kepuasaan semata. Era digitalisasi juga membuat manusia memiliki kecenderungan untuk bergantung kepada teknologi,
seperti: gadget, internet dan juga media sosial.
Ketergantungan inilah yang pada akhirnya mampu mengubah kebiasaan umat muslim
untuk meninggalkan kewajibannya terhadap Allah Swt. Banyak
di antara umat Muslim yang sering mengulur-ulur waktu untuk menunaikan ibadah
shalat fardhu. Di dalam Q.S. Al-Ma’un: 4-5
فؤيل للمصلين الذ ين هم عن صلا
تهم سا هو
Artinya: Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
Selain
itu, era digitalisasi juga menjadi salah satu faktor penyebab kemunduran Islam[1]. Padahal, Islam pernah berjaya di masa
Daulah Abbasiyyah. Pada saat itu, kehidupan peradaban Islam sangatlah maju,
sehingga pada masa itu dikatakan sebagai zaman keemasan Islam. Umat muslim
sudah berada di puncak kemuliaan, baik kekayaan, bidang kekuasaan, politik,
ekonomi, keuangan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai ilmu
telah lahir pada masa itu. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor pendukung
yang berperan penting dalam kejayaan Islam di masa Daulah Abbasiyyah, antara
lain:
1.
Penerjemahan
buku berbahasa asing seperti halnya Yunani, Mesir, Persia, India dan lain-lain
kedalam bahasa Arab dengan sangat gencar.
2.
Penelitian
dan pengkajian yang dilakukan oleh kaum muslimin itu sendiri.
Pada masa itu, aktivitas penerjemahan sedang gencara dilakukan oleh
kalangan masyarakat Muslim (bangsa Arab). Aktivitas penerjemahan bukan hanya
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab tetapi juga sebaliknya. Meskipun bahasa
lain diizinkan, bahasa Arab lebih diutamakan karena bahasa Arab adalah bahasa
Al-Qur'an yang menjadi lingua franca ilmiah di seluruh wilayah
kekaisaran.[2]
Fakta sejarah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan menjadi salah satu
kebangkitan Islam di samping kekuatan akidah dan akhlaknya. Ilmuwan muslim
tidak cepat puas terhadap apa yang didapatkannya. Misalnya, Ibnu Sina yang
dikenal sebagai Bapak Kedokteran juga menguasai ilmu-ilmu lain, seperti
matematika, fisika dan logika. Di usianya yang baru menginjak 5 tahun ia telah
mempelajari al-Qur’an Lima tahun kemudian ia telah mampu menghafalnya. Bahkan menurut
pendapat sebagian kalangan, Ibnu Sina sudah mampu menghafal Al-Qur’an pada usia
5 tahun.[3]
Kecintaannya terhadap Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan mengantarkannya kepada
keberhasilannya sebagai Master Kedokteran.
Disamping
itu, media massa juga menjadi faktor pendukung kemunduran Islam di era
digitalisasi seperti sekarang ini. Media massa di dunia banyak menayangkan
berita negatif yang semakin menyudutkan umat muslim di seluruh dunia. Islam
mulai dikecam oleh orang-orang non-muslim yang enggan membuka mata untuk
mencari kebenaran yang ada. Islam dipandang sebelah mata lantaran ambisi
umatnya yang terlalu berlebihan sehingga menimbulkan kesalahpahaman di kalangan
masyarakat dunia. Hal ini dapat dilihat dari kasus ISIS (Islamic State of Iraq and Syria), kelompok
ekstremis yang mengikuti ideologi garis keras Al-Qaidah
dan menyimpang dari prinsip-prinsip jihad.
Mereka telah melakukan aksi-aksi brutal dengan membawa nama Islam dan juga
Allah di setiap aksinya. ISIS telah mengubah pandangan dunia terhadap Islam
yang perlahan mulai berubah sejak pengeboman World Trade Center (WTC) 11 Sepetember 2001. Belakangan ini, Islam
kembali dipandang sebagai agama radikal dan fanatik yang menganut paham
terorisme akibat munculnya ISIS. Kekhilafahan Islam yang dipimpin oleh Abu Bakr
al-Baghdadi
ini telah banyak melakukan tindakan brutal, diantaranya:
a. Memotong kepala salah satu
mujahid dan Ahrar Syam yang sedang dirawat di rumah sakit,
b. Pengeboman terhadap anak-anak dan
kaum perempuan di kota Shaheel di Derr Zour,
c. Pasukan Baghdadi melakukan
pembantaian mengerikan terhadap tahanan kota Hareem, membunuh 30 warga sipil
dan pejuang,
d. Pasukan Baghdadi membunuh Syaikh
Abu Sulaiman Al-Hamawi, pemimpin kelompok Jundus Syam,
e. Pembantaian terhadap kaum revolusioner di pesisir Latakia
setelah memberi mereka janji keselamatan dan memutilasi
jasad mereka[4].
Selain
itu, Tragedi Mina yang baru-baru ini terjadi juga memberikan pandangan negatif
terhadap agama Islam. Berita ini menyebar begitu cepat lantaran banyaknya media
massa yang memberitakan berita ini. Pandangan-pandangan negatif pun kembali
bermunculan. Dalam waktu beberapa jam, pemberitaan sudah semakin meluas dan
berkembang semakin spesifik.
Namun,
di sisi lain keterpurukan Islam dalam berbagai aspek selama ini juga disebabkan
oleh faktor internal, yaitu: umat muslim sendiri. Kita tak bisa menyalahkan era
digitalisasi. Karena sesungguhnya, era digitalisasi juga membawa dampak positif
yang besar bagi umat muslim. Era digitalisasi justru dapat membantu generasi
muslim untuk melebarkan kembali sayap kejayaan Islam yang pernah ada
sebelumnya.
Semua
permasalahan ini berakar dari dalam diri umat muslim sendiri. Banyak diantara
umat muslim yang menyalahgunakan kemudahan yang mereka dapatkan dari era
digitalisasi sekarang ini. Aturan-aturan dan juga pedoman di dalam Al-Qur’an
perlahan mulai dilupakan dan juga ditinggalkan umat muslim di dunia. Peradaban
materialisme telah menipu umat Islam yang pada akhirnya berhasil mendominasi ke
dalam peradaban Islam. Umat Islam dibuat tak berdaya di hadapan invasi
intelektual Barat.
Selain
itu, kepemimpinan yang tidak bersih,
kesibukkan penguasa Muslim dengan urusan pribadi dan melemahnya semangat amar
makruf nahi munkar menjadi faktor-faktor yang semakin membuat Islam terpuruk[5].
Akan tetapi, kita juga tak bisa menutup mata akan adanya propaganda yang
terjadi di antara umat Muslim, seperti: ISIS, Tragedi Mina, juga beberapa kasus
yang terjadi berturut-turut di kota Mekkah pada musim haji tahun ini.
Gagasan Membangun Kembali Kebangkitan Islam dengan Membentuk Generasi Muslim Sejati
Gagasan Membangun Kembali Kebangkitan Islam dengan Membentuk Generasi Muslim Sejati
Gerakan kebangkitan Islam adalah kecaman terhadap
kemandegan umat muslim di dunia. Gerakan ini juga sebagaimana
diungkap Khursid Ahmad (1987:285) merupakan pengungkapan kembali iman di dada dan
dimensi ini banyak diabaikan dalam tulisan Barat. Mereka sering beranggapan
bahwa hal ini sekadar pengaturan kembali masalah politik dan sosial.
Kebangkitan Islam merupakan kebangkitan kembali dan penguatan iman, sekaligus
membangun kembali moral dan watak sang individu.
Gerakan
kebangkitan Islam dapat dimulai dengan membentuk generasi muslim sejati di era
digitalisasi seperti sekarang ini. Kita harus mampu membentuk umat muslim yang
senantiasa ber-akhlakul karimah baik
terhadap sesama muslim maupun non-muslim.
Salah
satu gagasan untuk membangkitkan Islam adalah dengan kembali mempelajari
Al-qur’an dan isinya. Baru-baru ini, didapatkan sebuah penelitian baru
mengenai kandungan air di dalam tubuh manusia. Dikatakan bahwa tubuh manusia mengandung sekitar 75% air dan 25% zat
padat. Sementara itu, di dalam otak terdapat 85% air dan sangat sensitif
terhadap dehidrasi atau penipisan kadar airnya. Otak dimandikan terus-menerus
dalam cairan serebrospinal asin. Pemahaman kimia dari tubuh manusia membawa
konsentrasi hampir total dari penelitian ke dalam molekul komposisi dan menit
fluktuasi rinci dari materi padat dalam tubuh.[6]
Penelitian ini sudah lama tertuang di dalam Surah Al-Anbiya’ ayat
30.
اولم ير لذين
كفروا ان ا اسموت وا لا ر ض كا نتا ر تقا ففتقنهما ؤ جعلنا من ا لما ئ كل شي ئ حي
ئ ا فل يو منو ن
Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak
melihat bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu hidup. Maka
apakah sehingga mereka tidak beriman?’
Kenyataan inilah yang dapat kita jadikan pedoman untuk
semakin mendukung kita untuk kembali merujuk kepada Al-Quran demi membangkitkan
kembali kejayaan Islam. Salah satunya melalui ilmu pengetahuan yang berbasis
Al-qur’an.
Selanjutnya, dalam usaha untuk membangun kebangkitan
Islam, dibutuhkan kajian yang dapat dijadikan petunjuk dalam bertindak. Dalam
hal ini Allah secara gamblang telah membukakan gerbang pemikiran untuk umat
Islam agar tidak slah dalam mengambil tindakan. Di dalam surah Yusuf ayat 111 Allah SWT menegaskan tentang
kisah Nabi Yusuf as. Dan kisah-kisah para Rasul lain yang disampaikan-Nya bahwa
demi Allah, sungguh pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal.[7]
Gagasan-gagasan
di atas dapat kita gunakan untuk melenyapkan topeng dan menyingkap kepalsuan
peradaban modern dan kedustaan propagandanya. Setelah berbagai kehancuran dan
krisis yang menimpa umat, mereka baru tersadar bahwa mereka telah dikalahkan
dan dimanfaatkan oleh kekuatan yang menjarah kekayaan dan potensinya. Jelaslah
di hadapan umat bahwa semua ingin menjarah kekayaan sumber dayanya,
menghinakannya, menjajahnya dan menjauhkannya dari nilai-nilai, akidah dan
pemikiran Islam. Jelas pula bahwa konflik peradaban adalah konflik kepentingan
yang tidak memberikan manfaat bagi umat Islam kecuali semakin bertambahnya
kekalahan, keterbelakangan dan kemunduran[8].
Fakta-fakta
ini telah membuka mata para korban penindasan dan penjajahan ini, sehingga
mendorong mereka untuk mencari seorang juru selamat. Maka, bangkitlah para
ulama, pemikir dan reformis untuk memenuhi tantangan dan konflik peradaban
kontemporer. Gesekan budaya dan konfrontasi yang sengit antara Islam dan budaya
materialisme untuk melawan dominasi dan kontrol asing atas Islam dan rasa
tanggung jawab terhadap prinsip amar makruf nahi munkar dan Jihad di jalan
Allah Swt., semua itu menjadi faktor-faktor yang membuka jalan bagi peluncuran
kebangkitan Islam di zaman kita sekarang.
Oleh sebab itu, yuk mulai dari sekarang menjadi generasi muslim sejati yang cerdas dan berkualitas dengan memanfaatkan era digitalisasi sekarang ini! Kita bangkitkan kembali kesuksesan besar yang pernah diraih oleh Islam di masa silam. Ingat! Kesuksesan besar diraih dari usaha dan pengorbanan yang kasar. Berkorbanlah sampai bersimbah darah karena sukses bukanlah hadiah! Jadikan usaha kita sebagai Jihad fi Sabilillah dan serahkan semuanya kepada Allah Azza wa Jalla. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?
Salam damai,
Salsa Putri Sadzwana
[1] Rizkiyansyah, Beggy. “Umat Islam
dan Media Massa dalam Pergulatan Wacana. 17 Mei 2013. https://www.islampos.com/umat-islam-dan-media-massa-dalam-pergulatan-wacana-58336/
[2] Mohamed, Mohaini.
2004. Matematikawan Muslim Terkemuka. Jakarta : Salemba
Teknika
[3] S. Rahmawaty., S.IP.,
M.AG., Indira. 2009. Ibnu Sina Tokoh islam, Master Kedokteran Dunia. Bandung :
Makrifat
[4] Arrahmah.com.
“Deretan Kejahatan Kelompok ISIS”. 20 Februari 2015. http://www.arrahmah.com
[5] Firdaus,
F. 2014. Revivalisme Islam dan Perkembangannya di Indonesia.
[6] Batmanghelidj, M.D.
F. 2003. Water: For health, for healing, for life. New York : Warner Books, dengan terjemahan
[7] Shihab,
M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an.
Jakarta : Lentera Hati
[8] Adnan bin Abdullah
Al-Qattan. “Kebangkitan Islam dan Keniscayaan Intelektual”. 21 Mei 2013.
https://saripedia.com
0 komentar: